Rindu ku Berlebihan Gie,
Bangku
taman kampus, menggaet dengan mesra nya. Seolah berbicara “kemarilah, ku
beri senyum di wajahmu yang kusut itu” aku terduduk, entah bagaimana, aku
tersenyum. Aku tersenyum Atas apa yang aku lihat disekeliling, harus prihatin
atau tertawa renyah ? mendapati mahasiswa sekarang. Apa ini? Kampus yang
seharusnya menjadi tempat dituangkannya inovasi anak muda, pemikiran kritis,
dan tempat yang kata orang bijak ‘menuntut ilmu’. Justru menjadi ajang adu
gengsi. Oh aku lupa, bukankah ini panggung sandiwara. Mereka seolah sedang
memainkan peran seperti priyai, Paris Hilton, atau mahasiswa. Mereka seperti
mahasiswa. Iya mereka yang dikampus, berjalan menggunakan sepatu ternama merk
Vans, Reebok atau nike, rambut semir itam kelam dengan beberapa helainya merah
padam, sedangkan dengan pede nya menenteng tas Gucci KW super. bahkan aku sulit membedakan antara parkiran dan salon kecantikan. banyak pemuda menyisir rambutnya lembut yang wanita memakai gincu berlebihan disana. ya di parkiran. Itu mahasiswa ? oh aku
bukan filsuf di jaman romawi yang tau watak seseorang hanya dengan melihatnya
berjalan. Blog ku saja berjudul Keledai.
Siang yang teduh ini, dengan
angin sepoi-sepoi membelaiku sayang. Sesekali sengatan matahari menampar wajahku.
Mengingatkan aku akan ada kuliah sebentar lagi. Hai Gie, Memang, kau bukan
sunan dengan berbagai ritual keagamaan di pemakamannya. Namun andai kau tahu,
tepat hari ini aku ingin memeluk makammu sambil menangis haru. Aku merindukan
mahasiswa dengan pemikiran kritis sepertimu. Aku ingin memberitahumu bahwa
banyak mahasiswa yang lupa akan jati dirinya dan untuk apa mereka disini.
Banyak mahasiswa yang acuh pada sistim pemerintahan yang semakin hari semakin
membuatku bergidik, mereke seperti bambo dan
bukan mahasiswa yang seperti pohon Oak menantang angin. Banyak orang tua
yang akan disakiti. Di tipu oleh anak mereka. Dan mahasiwa ini lebih memilih kemunafikan
dari pada diasingkan.
“kau tidak akan pernah berhasil
berdialog dengan Tuhanmu, sebelum kau berhasil berdialog dengan dirimu”
“aku rindu
seorang mahasiswa bukan seonggok pemuda-pemudi yang munafik” mahasiswa tahun
1966.
Aku lupa, aku
tidak bisa membuat orang seperti kemauan ku. tapi paling tidak aku bisa membuat
orang ingat akan hierarki yang mereka sendiri teriakkan, namun berbeda dengan
apa yang dilakukannya. Aku teramat bosan hingga ingin menebangi satu persatu
pohon di depan mataku sekarang ini. Membuat kegaduhan, mendengar teriakan.
Rasa-rasanya negri ini kelewat merdeka, hingga mereka hanya ingat dua
cara, mencari uang dan makan.
“ makam mu bukan
makam sunan dengan segala ritual keagamaan di sebelahnya, aku hany ingin
menangis dan memeluk makam mu bila kau saja yang mengijinkan. Rindu ini
berlebihan Gie. ”
Harusnya kau
dilahirkan di jaman ini Gie, maka kau akan lebih bergidik ngeri dan
menghampiriku sambil member bunga belasungkawa atas mahasiswa sepertiku.